Kingo, Legenda gorila Hutan yang Kini Jadi Warisan Dunia

 

Sumber : www.lpzoo.org/kingo


Ia bukan selebritas, bukan tokoh politik, tapi jejak hidupnya menyentuh dunia. Kingo, seekor gorila punggung perak dari hutan Afrika Tengah, telah tiada. Namun warisannya sebagai pionir konservasi dan ikon penelitian tetap mengakar dalam sejarah.

 

Dengan penuh rasa kehilangan, komunitas konservasi internasional mengabarkan bahwa Kingo—seekor gorila punggung perak yang menjadi simbol penelitian dan pelestarian gorila dataran rendah barat—telah meninggal dunia di usia akhir 40-an. Kingo hidup di Taman Nasional Nouabalé-Ndoki, Republik Kongo, dan menjadi subjek penelitian selama puluhan tahun lewat Proyek Kera Segitiga Mondika-Goualougo.

Menurut dua pendiri proyek konservasi tersebut, Drs. David Morgan dan Crickette Sanz, Kingo bukan hanya sekadar objek riset. Ia adalah guru, pelindung, dan figur penting yang membantu manusia memahami lebih dalam kehidupan spesiesnya. “Kingo adalah individu luar biasa. Ia mungkin gorila dataran rendah barat yang paling lama hidup di alam liar,” kata keduanya.

Lebih dari Sekadar Gorila

Kingo dikenal sebagai sosok yang kuat dan berwibawa. Bahunya lebar, lengan kekar, dan gaya berjalannya mantap menembus hutan lebat Cekungan Kongo. Meski bertubuh besar, ia bergerak dengan lincah melewati semak-semak dan dahan pohon. Yang paling khas dari penampilannya adalah mahkota rambut berwarna sienna cerah yang menyembul dari kepalanya, memudahkan pelacak untuk mengikutinya.

Ia sering terlihat memanjat pohon hingga 50 meter untuk menikmati buah matang. Sebagai pemimpin kelompok, Kingo tahu pasti ke mana harus pergi untuk mendapatkan makanan terbaik. Ia tak asal jalan, tapi punya peta di kepalanya tentang lokasi-lokasi pohon favorit yang ia kunjungi setiap tahun.

Misi Ilmiah Dimulai

Gorila dataran rendah barat dulunya merupakan misteri. Mereka lebih sulit dipelajari dibanding sepupu mereka, gorila gunung. Namun, semua berubah ketika tim peneliti berhasil membiasakan sekelompok gorila di Segitiga Djéké dengan kehadiran manusia. Di sinilah Kingo muncul sebagai pemimpin kelompok gorila yang perlahan membuka diri terhadap pengamatan manusia.

Nama "Kingo Ya Bole," yang berarti "si bersuara keras" dalam bahasa lokal, muncul dari ciri khas suaranya yang menggema sebagai peringatan saat manusia terlalu dekat. Tapi lama-kelamaan, Kingo dan kelompoknya menerima para peneliti, asalkan mereka menjaga etika dan tidak mengganggu.

Membongkar Mitos tentang Gorila

Pengamatan terhadap Kingo dan kelompoknya membuka mata dunia. Dahulu, banyak yang mengira gorila jarang memanjat pohon. Ternyata, mereka tidak hanya memanjat untuk makan, tapi juga membuat sarang di atas pohon. Mereka juga diketahui sangat sosial, tidak seperti anggapan lama yang menyebut gorila hidup menyendiri.

Kingo sendiri memiliki jaringan sosial luas dan dikenal menjaga hubungan baik dengan gorila dari kelompok lain. Ia juga sering beristirahat bersama kelompoknya, kadang telentang dengan santai sambil anak-anaknya bermain di sekitarnya—sebuah pemandangan yang menyentuh hati para peneliti.

Pelindung Sejati

Di balik sikap tenangnya, Kingo adalah pelindung tangguh. Dalam satu insiden, seekor gorila jantan lain mencoba menyerang saat Kingo sedang tidur. Namun, dengan sigap, Kingo berdiri dan mengusir penyusup itu. Ia juga diketahui pernah berkonfrontasi dengan macan tutul, bahkan memiliki bekas luka cakar di wajah sebagai bukti perjuangannya.

Pada kesempatan lain, Kingo menunjukkan naluri pelindungnya saat mendeteksi ular berbisa Gabon. Ia langsung mengamankan kelompoknya, bahkan ‘mengusir’ para peneliti dari lokasi berbahaya itu. Seolah-olah ia juga menjaga manusia yang selama ini mengikutinya.

Warisan yang Abadi

Kingo lahir di akhir 1970-an, di hutan perbatasan antara Republik Afrika Tengah dan Republik Kongo. Sejak kecil ia hidup berdampingan dengan tekanan dari industri kayu. Namun, berkat kerja sama antara warga lokal, pemerintah, ilmuwan, dan lembaga internasional, kawasan tempat tinggal Kingo berhasil dijadikan kawasan konservasi yang dilindungi.

Hingga akhir hayatnya, Kingo terus hidup di tengah upaya konservasi besar-besaran yang akhirnya membawa Segitiga Djéké ke dalam kawasan resmi Taman Nasional Nouabalé-Ndoki pada tahun 2023.

Lebih dari 50 artikel ilmiah dan belasan dokumenter telah mengabadikan perjalanan hidup Kingo. Kini, meskipun ia telah tiada, warisannya tetap hidup. Para wisatawan mungkin tidak akan pernah melihat Kingo secara langsung, tetapi anak dan cucunya masih bisa dijumpai di hutan yang sama—yang kini lebih terlindungi berkat jejak yang ia tinggalkan.

Kehidupan Kingo membuktikan bahwa kerja sama antara manusia dan alam bisa menghasilkan keajaiban. Ia adalah simbol harapan, pengetahuan, dan keberanian untuk masa depan konservasi yang lebih baik.

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Misteri Beruang Madu di Ragunan: Satwa Langka yang Wajib Kamu Kenali!

Hanya di Maret! Tiket Faunaland Mulai Rp70 Ribu, Yuk Ajak Sahabat atau Keluarga Mu!!

Sosok di Balik Kesejahteraan Satwa yang Jarang Dikenal