Tak Sekadar Mitos: Buaya Putih Sungai Martapura, Simbol Gaib yang Disegani di Tanah Banjar
Di antara arus tenang Sungai
Martapura yang membelah kota Banjarmasin, tersembunyi sebuah legenda yang masih
hidup hingga kini: legenda tentang buaya putih—makhluk misterius yang dipercaya
sebagai penjaga alam dan pertanda dari dunia yang tak kasat mata.
Dalam
dunia nyata, buaya adalah reptil purba yang telah eksis sejak lebih dari 200
juta tahun lalu. Ia merupakan salah satu predator paling ditakuti di sungai dan
rawa, dengan rahang luar biasa kuat serta insting pemburu yang tajam. Buaya
dapat hidup selama puluhan tahun dan mampu berdiam diri berjam-jam dalam air,
membuatnya nyaris tak terlihat sampai akhirnya menyerang. Di Indonesia, jenis
yang paling dikenal adalah buaya muara (Crocodylus
porosus), yang panjangnya bisa mencapai enam meter dan dikenal sangat
agresif.
Namun,
dalam masyarakat Banjar, buaya tak hanya dikenal sebagai hewan liar—ia juga
memiliki sisi mistis yang tak kalah kuat. Buaya putih, khususnya, dipercaya
bukan berasal dari dunia biasa. Warga menyebutnya sebagai makhluk gaib penjaga
sungai. Konon, makhluk ini tidak sembarang muncul. Kemunculannya diyakini hanya
terjadi menjelang atau sesudah peristiwa besar: bencana alam, kematian tokoh
masyarakat, atau perubahan penting di lingkungan sekitar.
Menurut
cerita turun-temurun, buaya putih ini bukan hewan yang bisa dilihat setiap
orang. Hanya mereka yang “terpilih” atau dalam keadaan khusus saja yang dapat
menyaksikannya. Bahkan, ada yang percaya bahwa buaya ini sebenarnya adalah
jelmaan leluhur yang menjaga keseimbangan antara manusia dan alam. Jika ada
orang yang berlaku tidak sopan di tepi sungai—misalnya membuang sampah
sembarangan, berbicara kotor, atau berlaku sombong—maka mereka bisa mengalami
kejadian aneh atau celaka.
Masyarakat
sekitar tak sedikit yang mengaku pernah melihat kilatan sosok putih di air saat
suasana sangat sunyi, terutama menjelang malam. “Dia tidak bergerak seperti
buaya biasa,” ujar salah satu warga yang meyakini pernah melihatnya. “Tenang,
besar, dan seperti menyala dalam gelap.” Cerita-cerita seperti ini beredar dari
mulut ke mulut, membentuk kepercayaan kolektif yang masih bertahan meski zaman
terus berubah.
Legenda
buaya putih juga membawa pesan tersirat: bahwa sungai bukan hanya sumber air,
tetapi juga ruang sakral yang harus dihormati. Di dalamnya hidup lebih dari
sekadar ikan dan lumpur—ada penjaga, ada batas antara dunia nyata dan yang tak
terlihat. Cerita ini menjadi simbol penting dalam budaya Banjar, tentang
bagaimana manusia harus menjaga hubungan harmonis dengan alam.
Saat
buaya putih disebut dalam percakapan warga tua, selalu ada nada hormat dan
hati-hati. Ia bukan sosok yang ditakuti karena buas, tetapi disegani karena
kekuatannya yang melampaui nalar. Di tengah derasnya modernitas, legenda buaya
putih tetap hidup sebagai warisan, sebagai pengingat bahwa tidak semua hal bisa
dijelaskan dengan logika, dan bahwa alam menyimpan rahasia yang patut dijaga.
Komentar
Posting Komentar